THINK GLOBAL ACT LOCAL-TANTANGAN PENDIDIKAN KITA DI ERA GLOBAL

Perubahan yang mencengangkan dalam bidang iptek pada enam dekade terakhir telah membuat dunia menjadi begitu kompleks dan saling bergantung satu sama lain. Adanya ledakan ilmu pengetahuan, revolusi ICT, gelombang demokrasi, semuanya membutuhkan keterampilan yang kompleks, dan harus dimengerti serta dikuasai oleh generasi muda suatu bangsa.

Bagaimana mewujudkan perspektif global dalam konteks lokal? Tentu saja bukan dengan memaksakan nilai-nilai setempat agar diterima di seluruh dunia.

Mengembangkan perpektif global berarti berupaya lebih memahami, menerima, dan memberikan wawasan yang lebih luas. Setiap negara memiliki kekuatan dan kelemahan yang berbeda. Bertindak secara lokal berarti melakukan perubahan sesuai dengan prioritas masing-masing daerah, memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki tiap daerah. Thinking global, Acting Local juga berarti bagaimana keterampilan dan nilai-nilai yang disesuaikan dengan konteks lokal apa yang harus ditanamkan pada siswa untuk menghadapi dunia global. Apa yang sekolah dapat lakukan terhadap anak didiknya bukan sekedar mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi dunia mereka saja. Lebih dari itu, dunia mereka yang cepat berubah baik dari segi informasi, ekonomi global maka bagaimana sekolah membentuk nilai-nilai kehidupan agar kelak generasi muda dapat hidup bersama. Adanya perubahan akan memicu timbulnya gesekan di antara perbedaan-perbedaan tersebut. Oleh karena itu dengan tetap mengajarkan nilai-nilai kehidupan kepada siswa maka niscaya mereka dapat hidup bersama di tengah kemajuan teknologi. Hal ini merupakan salah satu amanat UNESCO yaitu learning to live together. Menurut UNESCO’s Universal Declaration of Cultural Diversity, manusia dikenali dan bersatu oleh perbedaan dan keragaman jenis kelamin, usia, bahasa, budaya, ras dan sebagainya. Keragaman ini menantang intelektual dan emosi kita saat kita belajar untuk bekerja dan hidup bersama dalam keharmonisan (http://portal.unesco.org/education). Jadi siswa harus dipersiapkan agar berkompeten dalam berpartisipasi di lingkungan yang beragam dan saling berhubungan dalam dunia saat sekarang yang “tanpa batas”.

Saatnya Guru Mengubah Paradigma dalam Pembelajaran

Globalisasi berarti hilangnya segala hambatan. Jurnalis terkenal, The New York Times, Thomas Friedman pernah menyatakan dalam bukunya the World is Flat yaitu dunia yang “datar” untuk mengungkapkan kesempatan baru, net working yang telah menggeser industri pabrik oleh bisnis digital di banyak negara. Di mana saja, kapan saja, siapa saja dapat mengkonsumsi informasi tanpa dibatasi dimensi ruang dan waktu. Sumber-sumber belajar berasal dari segala penjuru mudah diperoleh. Terjadi perubahan kebutuhan dalam dunia kerja, tenaga asing dengan leluasa datang ke Indonesia dan menduduki posisi strategis sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Menghadapi ciri-ciri kemajuan jaman yang memasuki era global, dapatkah dunia pendidikan mengantisipasi hal-hal tersebut dengan cara yang ada selama ini? Akankah pola belajar siswa tetap sama dari waktu ke waktu, siswa belajar di kelas dengan pola D3C (datang, duduk, dengar, dan catat), tidak ada siswa yang berperan aktif sebagai tutor sebaya dengan mencari bahan ajar sendiri, tidak ada eksplorasi ide, tidak ada diskusi untuk memecahkan masalah; sementara guru tetap sebagai satu-satunya sumber belajar dan seorang yang “maha tahu” di dalam kelas. Inilah wajah sistem pendidikan kita saat ini yang sebagian besar sekolah adalah tempat belajar, pengetahuan hanya berasal dari buku teks, guru merupakan “ahli” yang pandai menerangkan materi dari buku teks, sementara yang ada di otak kita, mengajar adalah berbicara dan belajar adalah mendengarkan, serta belajar dapat dinilai hanya dari kertas ujian. Sedangkan sistem pendidikan yang berorientasi masa depan memandang bahwa mengajar adalah untuk belajar, mengajar adalah kolaborasi, dan mengajar adalah demi belajar sepanjang hayat. Lebih dari itu penilaian dilakukan bukan sekedar hasil seketika namun bagaimana outcome pendidikan berperan di masa yang akan datang. Tantangan pendidikan era kini urgen ditanggapi artinya sudah saatnya terjadi perubahan paradigma dalam pembelajaran. Ada empat hal yang perlu dilakukan guru jika pembelajaran beralih menuju era digital saat ini:

1. Bagaimana menciptakan pembelajaran yang mendorong siswa berpikir kreatif, divergen, dan kolaboratif.
2. Bagaimana guru lebih mementingkan dan menghargai proses belajar dan tidak hanya berorientasi pada hasil belajar seketika.
3. Bagaimana guru menstimulasi keterampilan menggunakan bahasa Inggris sebagai salah satu kompetensi yang harus dikuasai siswa.
4. Bagaimana guru tanggap terhadap ICT literacy dengan mengintegrasikan ICT dalam pembelajaran.

Untuk memenuhi kebutuhan perubahan global, metode pembelajaran yang dilaksanakan guru harus membuat murid mampu memikul tanggung jawab mereka sendiri, membangun pengetahuan berdasarkan pemahaman mereka, membentuk nilai-nilai kehidupan dan opini yang dapat dipertanggung jawabkan. Inilah tantangan sekaligus peran guru dalam menciptakan edukasi yang sepadan untuk generasi penerus di kelasnya. Tentu saja dengan dilengkapi variasi metode mengajar, dukungan sekolah terhadap pelaksanaan pembelajaran oleh guru menjadi sorotan yang urgen dilakukan.

Good Teachers Inspires

Menghadapi era global, tidak hanya sekolah dan guru dituntut membekali siswa agar cakap dalam hal kompetensi akademik namun bagaimana guru juga menciptakan hubungan yang baik antara guru dengan siswa seperti yang dinyatakan oleh Mark Twin. Guru bukanlah satu-satunya sumber ilmu pengetahuan karena jika hanya itu maka Google berfungsi jauh lebih sempurna sebagai sumber belajar!!! Lebih dari itu, sebagai guru jadilah guru yang memberi inspirasi, intinya gurulah yang mampu menanam manusia seperti yang dicetuskan Paramudya Ananta Tur. Hal yang sama dikemukakan oleh Bara Pattiradjawane seorang chef dan presenter acara “Gula-gula” di Trans TV, yang juga salah satu nara sumber pada acara kongres guru ini menyatakan bahwa membentuk jalinan hubungan bathin, semangat tinggi, kreatifitas, rendah diri dan kejujuran merupakan kunci penting dalam membentuk seseorang untuk menjadi sosok yang inspiratif. Tugas mengajar tidak melulu hanya pada ilmu yang diberikan, tetapi pengajar harus juga memberikan percikan api. Kadang inspirasi adalah sesuatu yang sederhana, dengan mengipasi percikan apinya agar baranya tetap panas dapat membakar semangat anak didik sehingga mereka menjadi yang terbaik. Mungkin dengan memanfaatkan sedikit waktu pada tahap awal atau akhir pembelajaran, dengan bercerita tentang tokoh atau pengalaman hidup, atau bahkan teladan kehidupan yang tercermin dari tingkah laku guru maka akan memberikan inspirasi bagi mereka. Dengan apa saja yang ada di sekelilingnya merupakan sumber inspirasi yang akan mengembangkan kepekaan pandangan, pendengaran maupun perasaan anak didik.

Peran Sekolah, Pemerintah dan Stake Holder Pendidikan

Menurut pandangan S. Gopinathan dari The National Institute of Education Nanyang Technological University Singapore, dalam kongres guru yang berlangsung di Balai Kartini Jakarta, 27-28 November 2008 ini, bagaimana peran sekolah dan pemerintah bersama dalam menjawab tantangan pendidikan masa kini?

1. Sekolah perlu memiliki guru yang berkualitas tinggi. 2. Kepemimpinan sekolah yang kuat dan merata di Indonesia. 3. Sekolah berfokus pada prestasi siswa. 4. Pemerintah perlu komitmen untuk mendukung sekolah dan memperbaiki kualitas guru. 5. Komitmen menyempurnakan kurikulum 6. Sekolah berorientasi pada manajemen berbasis sekolah serta mengembangkan kurikulum sesuai dengan konteks lokal.

Implementasi terhadap peningkatan kualitas guru yang tercermin dari profesionalisme guru, tidak saja melalui jalur sertifikasi yang telah dilaksanakan saat ini. Lebih lanjut menurut Dirjen PMPTK Bapak Dr. Badoewi yang dalam hal ini mewakili Bapak Mendiknas untuk membuka acara KGI 2008 ini mengemukakan bahwa guru berperan vital dalam membimbing, mengajar, mengevaluasi proses pembelajaran bagi siswa sehingga sudah seharusnya pemerintah dan swasta bekerjasama untuk selalu meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru seperti yang diadakan oleh Sampoerna Foundation pada event kali ini. Sebagus apapun kurikulum dan perencanaan sebaik apapun namun kualitas pendidikan tetap tergantung pada mutu guru. Bahkan menurut UNESCO, tergantung pada karakter personal, prospek, motivasi, kesejahteraan, dan keterampilan guru-guru yang memang harus selalu ditingkatkan. Artinya tanpa guru yang memiliki kompetensi dan profesionalisme guru yang tinggi maka upaya peningkatan pendidikan sulit dicapai. Oleh karena itu Mendiknas sangat bangga terhadap upaya berbagai usaha oleh PGRI, Ikatan Sarjana Indonesia dan lembaga pendidikan swasta serta pemerhati pendidikan lainnya banyak melakukan terobosan dalam meningkatkan wawasan, ketrampilan dan profesionalisme guru. Lebih lanjut Mendiknas berharap hendaknya ini diteruskan oleh stake holder dan pemangku pendidikan lainnya. Di akhir sambutannya Mendiknas menyatakan bahwa di tengah era global, krisis multi dimensi secara global maka kegiatan nyata pendidikan dapat dimaknai dan memberi kontribusi positif dalam meningkatkan mutu guru di Indonesia. Dengan demikian diharapkan kualitas outcome pendidikan dapat sejajar dengan kebutuhan dunia kerja di era global yang telah siap menanti di depan kita.

Peran TIK dalam Perspektif Pendidikan Abad 21

Terjadinya krisis ekonomi global merupakan salah satu bukti bahwa globalisasi di segala aspek kehidupan sedang terjadi. Tidak dapat dipungkiri bahwa liberalisasi ekonomi, teknologi, konsumsi dan membuat budaya menjadi komoditas telah mengubah hidup, identitas dan pola kerja. Hal ini membawa dampak yang sangat besar terhadap sistem pendidikan di era global setelah sebelumnya pendidikan era industri gagal dalam memenuhi keahlian dan kompetensi dasar abad 21. Oleh karena itu apakah yang perlu dibenahi dalam pendidikan era kini?
Satu lagi tantangan pendidikan kita di era global ini, bahwa penggunaan TIK dalam proses belajar mengajar memungkinkan proses pendidikan yang lebih interaktif dan menunjang salah satu persiapan siswa memiliki keterampilan di abad 21 yaitu ICT literacy. Dengan ditunjang semakin murah, mudah, dan cepatnya akses internet bukan alasan lagi jika guru mulai mengintegrasikan TIK dalam menunjang perubahan paradigma bahwa siswa adalah pelaku aktif pembelajaran dan guru sebagai fasilitator. Penggunaan TIK dapat membantu proses belajar mengajar. Peserta didik dapat mengembangkan pengetahuan, kemampuan berbahasa, matematika dan sains, komunikasi, mencari dan menyeleksi informasi serta memecahkan masalah. Pembelajaran berbasis TIK menjanjikan siswa memiliki kecakapan abad 21 yang meliputi ICT literacy, kemampuan berkolaborasi, kemampuan berkomunikasi secara efektif, berpikir kritis dan mampu menyelesaikan masalah. Salah satu dukungan pihak pemerhati pendidikan terhadap hal ini adalah seperti yang telah dilakukan Intel Corporation sebagai penyedia mikroprosesor terbesar di dunia. Pihak Intel telah meluncurkan program Intel World Ahead termasuk mendapatkan akses dan konektivitas yang lebih terjangkau, pelatihan guru Intel Teach, dan dukungan yang relevan terhadap kebutuhan lokal. Intinya, pada era globalisasi dewasa ini, dunia pendidikan dituntut mulai menggunakan TIK dalam meningkatkan mutu pendidikan bagi pendidik dan peserta didik. TIK membuat proses pembelajaran bermakna tanpa dibatasi dinding-dinding kelas atau dengan kata lain, dunia adalah kelas kita (The world is our classroom). Akhirnya dengan TIK, sebagai salah satu upaya dunia pendidikan dalam membawa peserta didik yang Think globally, Act Locally.

2 Tanggapan

  1. […] « THINK GLOBAL ACT LOCAL-TANTANGAN PENDIDIK […]

  2. mohon do’anya yah..saya mau pidato 2 minggu lagi dengan judul + pidato ini..saya sangat berterima kasih sekali kepada anda..

    ^_^

Tinggalkan komentar